3.1.a.10. Aksi Nyata
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Khairul Akbar
SMPN 2 Praya Barat Daya
CGP Angkatan 2 Kabupaten Lombok Tengah, NTB
Tahun 2021
Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman dimana telah merubah berbagai kebiasaan hidup manusia. Perkembangan tersebut kemudian melahirkan Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan penerapan otomatisasi, kecerdasan buatan, big data, dan lain sebagainya. Perubahan pada Revolusi Industri 4.0 harus diiringi oleh perubahan pada penyiapan tenaga kerja agar mampu bersaing di dunia kerja. Pada masa depan, kolaborasi dan kreatifitas dalam bekerja sangat dibutuhkan sehingga diperlukan sikap toleransi dan penghargaan atas keragaman latar belakang.
Tuntutan dunia kerja di masa depan tersebut tentu menjadi
tantangan dunia pendidikan di Indonesia untuk menyiapkan peserta didik menjadi
tenaga kerja yang siap bersaing. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) menentukan arah kebijakan dunia pendidikan di
Indonesia melalui visi Kemendikbud 2020-2024 yaitu: “Mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian
melalui terciptanya pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri,
beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, bergotong
royong, dan berkebinekaan global”. Keenam profil pelajar Pancasila
tersebut dituangkan dalam kebijakan Merdeka Belajar yang bercita-cita
menghadirkan pendidikan bermutu tinggi bagi semua rakyat Indonesia, yang
dicirikan oleh angka partisipasi yang tinggi, hasil pembelajaran berkualitas,
dan mutu pendidikan yang merata (Kemendikbud, 2020).
Salah satu program Kemendikbud dalam rangka implementasi kebijakan
Merdeka Belajar adalah Program Pendidikan Guru
Penggerak (PPGP). PPGP memiliki tujuan untuk menyiapkan guru menjadi
pemimpin pendidikan Indonesia di masa depan, yang mampu mendorong tumbuh
kembang murid secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan rekan
sejawat di sekitarnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat
kepada murid; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan
untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Untuk mendukung tercapainya tujuan
itu, PPGP dijalankan dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan
pembelajaran (instructional leadership)
yang mencakup komunitas praktisi, pembelajaran sosial dan emosional,
pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi
lain dalam pengembangan diri dan sekolah.
Dalam rangka menyiapkan guru
sebagai pemimpin pembelajaran (instructional
leadership), maka pada PPGP guru diajarkan kompetensi Pengambilan Keputusan
sebagai Pemimpin Pembelajaran yang terdapat pada Modul 3.1. Kompetensi tersebut
dianggap sangat penting dimiliki oleh semua guru dalam rangka pelaksanaan tugas
sehari-hari. Guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas tentu akan sering
mengalami berbagai permasalahan baik yang berhubungan dengan siswa maupun
dengan rekan sejawat. Pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan
tersebut tidak jarang memunculkan dilema sehingga dibutuhkan pengambilan
keputusan yang tepat agar tidak terdapat pihak yang dirugikan.
Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
Dalam memutuskan
sebuah permasalahan, jika permasalahan tersebut antara sesuatu yang benar
dengan sesuatu yang salah tentu sekali sangat mudah untuk memilih keputusan
yang akan diambil. Sebagai contoh kasus: seorang guru yang bertugas sebagai
bendahara sebuah kegiatan, karena kegiatan tersebut sudah selesai dan terdapat
cukup banyak sisa dana di kas bendahara, maka bendahara diajak makan bersama
oleh ketua panitia. Makan bersama tersebut akan dibiayai oleh sisa dana kas
yang terdapat di bendahara. Pada kasus tersebut, bendahara akan cukup mudah
untuk pengambilan keputusan, yaitu akan menolak ajakan ketua panitia walaupun
ketua panitia merupakan atasan langsung dari bendahara tersebut, namun jika
dituruti keinginan ketua panitia tersebut maka bendahara akan salah karena
menggunakan dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Kasus tersebut
kemudian dinamakan “Bujukan Moral”, yaitu kebenaran melawan kesalahan. Jika
guru mengalami kasus tersebut, tentu keputusan yang tepat adalah mengikuti
kebenaran.
Namun pengambilan
keputusan akan menjadi sulit ketika menghadapi permasalahan antara sesuatu yang
benar melawan sesuatu yang benar juga. Kondisi seperti ini yang kemudian
dinamakan “Dilema Etika”. Etika merupakan sesuatu yang bersifat relatif dan bergantung
pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Terdapat tiga
prinsip yang sering dikenali dan digunakan dalam mengambil keputusan pada
dilema etika (Wilkins & Patterson, 2008). Ketiga prinsip tersebut adalah:
- Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based
Thinking)
- Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based
Thinking)
- Berpikir
Berbasis Rasa Peduli (Care-Based
Thinking)
Dalam proses pengambilan keputusan terhadap sebuah permasalahan selalu didasari oleh berbagai pertimbangan-pertimbangan, baik secara legal formal maupun secara moral dan etika. Moral dan etika sangat terkait dengan nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang. Moral dan etika yang positif merupakan buah dari nilai-nilai baik yang terdapat pada diri seseorang. Demikian juga bagi seorang guru, dalam pengambilan keputusan pada pembelajaran tentunya didasari oleh nilai-nilai baik yang tercermin dalam sikap dan tindakan keseharian. Oleh karena itu, dalam sembilan langkah pengambilan keputusan pada dilema etika yang dicetuskan oleh Kidder (2003) terdapat langkah uji benar atau salah sebagai bentuk implementasi nilai-nilai yang terdapat pada aktor pengambil keputusan. Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam melakukan pengambilan dan pengujian keputusan baik dilema etika maupun bujukan moral adalah (Kidder, 2003):
1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.
Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi dan untuk memastikan bahwa masalah yang kita hadapi memang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial.
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut.
Bila mengenali bahwa ada masalah moral di situasi yang sedang dihadapi, pertanyaannya adalah dilema siapakah ini?.
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
Proses pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail; apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya.
4. Pengujian benar atau salah
Pengujian benar atau salah dilakukan untuk mengidentifikasi apakah kasus yang terjadi merupakan bujukan moral atau dilema etika. Pengujian yang dilakukan antara lain:
1. Uji Legal
Pertanyaan penting di uji ini adalah apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi itu? Bila jawabannya adalah iya, maka situasi yang ada bukanlah antara benar lawan benar (dilema etika), namun antara benar lawan salah (bujukan moral).
2. Uji Regulasi/Standar Profesional
Bila
situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran
hukum di dalamnya, dilanjutkan dengan pengujian apakah ada pelanggaran
peraturan atau kode etik di dalamnya.
3. Uji Intuisi
Langkah ini
mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi dalam merasakan apakah ada yang
salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini
mengandung hal-hal yang akan membuat merasa dicurigai. Uji intuisi ini
akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan
nilai-nilai yang diyakini.
4. Uji Publikasi
Apa yang akan
dirasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak maupun elektronik
dan menjadi viral di media sosial. Sesuatu yang dianggap merupakan ranah
pribadi tiba-tiba menjadi konsumsi publik? Coba dibayangkan bila hal itu terjadi.
Bila merasa tidak nyaman kemungkinan besar sedang menghadapi benar situasi
benar lawan salah atau bujukan moral.
5. Uji Panutan/Idola
Dalam langkah ini, bayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan, misalnya ibu kita. Keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi kita dan orang yang sangat berarti bagi kita.
5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
Dari
keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang
sedang dihadapi:
- Individu lawan masyarakat (individual vs community)
- Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
- Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
- Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
6. Melakukan Prinsip Resolusi
Dari 3 prinsip penyelesaian
dilema, mana yang akan dipakai?
- Berpikir Berbasis Hasil Akhir
(Ends-Based Thinking)
- Berpikir Berbasis Peraturan
(Rule-Based Thinking)
- Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7. Investigasi Opsi Trilema
Dalam mengambil keputusan, seringkali terdapat dua pilihan yang bisa dipilih. Terkadang perlu mencari opsi ketiga di luar dari dua pilihan yang sudah ada. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah. Itulah yang dinamakan investigasi opsi trilema.
8. Buat Keputusan
9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan
Ketika
keputusan sudah diambil, lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya
untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
Praktek Melakukan
Pengambilan Keputusan di Sekolah
Berikut ini praktek pengambilan keputusan
yang saya lakukan di sekolah saya terhadap kasus dilema etika. Pada minggu
kedua bulan September tahun 2021 sejak saya mempelajari modul 3.1 Pengambilan
Keputusan dalam Pemimpin Pembelajaran,
saya melakukan evaluasi kembali terhadap pelaksanaan salah satu poin
pada “kesepakatan kelas” yang telah disusun oleh siswa di sekolah saya, yaitu
poin “kami menerapkan protokol kesehatan di kelas”. Selama ini, jika terdapat siswa
yang tidak menggunakan masker, maka siswa tersebut dengan kesadaran sendiri
akan keluar kelas untuk membeli masker. Namun pernah terdapat kasus dimana
siswa yang keluar kelas tersebut tidak masuk kembali ke dalam kelas. Setelah
diteliti ternyata siswa tersebut tidak memiliki uang untuk membeli masker,
dengan demikian akhirnya siswa tersebut tidak berani masuk kelas, karena merasa
harus menaati kesepakatan kelas. Keputusan yang saya ambil pada saat itu yaitu
dengan membiarkan siswa tersebut di luar kelas karena memang merupakan
konsekuensi dari kesepakatan kelas yang telah mereka sepakati bersama.
Namun setelah saya belajar tentang pengambilan keputusan dalam pemimpin pembelajaran, saya mencoba mengevaluasi kembali keputusan tersebut. Berikut ini Sembilan langkah pengambilan keputusan yang saya terapkan pada kasus yang saya alami tersebut, yaitu:
1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.
-
Membiarkan
siswa di luar kelas karena konsekuensi dari kesepakatan kelas;
- Membolehkan siswa berada di dalam kelas karena merupakan hak siswa untuk belajar.
2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
Siswa yang melanggar kesepakatan kelas (tidak menggunakan masker), saya (guru), dan siswa lainnya di dalam kelas.
3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
- Siswa melanggar kesepakatan kelas (tidak
menggunakan masker),
- Siswa tidak memiliki uang untuk membeli masker
4) Pengujian benar atau salah
-
Uji Legal: Benar, karena aturan
pemerintah untuk menggunakan masker di dalam kelas.
- Uji Regulasi/Standar Profesional: Benar,
karena merupakan kesepakatan kelas dan melanggar protokol kesehatan.
-
Uji Intuisi: Benar, karena kesepakatan
kelas harus dilaksanakan oleh semua siswa.
-
Uji Publikasi: Nyaman, karena demi
melindungi kesehatan siswa yang lainnya di kelas.
- Uji Panutan/Idola: Sama dengan keputusan saya.
5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar: Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
6) Melakukan Prinsip Resolusi
-
Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
- Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7) Investigasi Opsi Trilema: Membiarkan siswa yang tidak menggunakan masker tersebut berada di dalam kelas untuk mengikuti pelajaran, namun posisi duduk siswa tersebut diberi jarak aman (2,5 meter) dengan siswa lain.
8) Buat Keputusan: Menggunakan opsi yang ketiga.
9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan: opsi ketiga.
Tindak Lanjut
Kompetensi pengambilan keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran merupakan salah satu kompetensi penting untuk dimiliki oleh semua
guru, oleh karena itu saya selaku calon guru penggerak (CGP) akan terus berbagi
kompetensi tersebut kepada rekan sejawat. Forum yang saya pergunakan dalam membagi
pengetahuan dan pengalaman adalah forum formal seperti rapat guru dan forum
MGMP maupun forum non formal seperti pada saat bincang-bincang santai bersama
rekan guru pada jam istirahat pembelajaran. Pada forum formal rapat guru, saya
sudah meminta ijin kepada Kepala Sekolah untuk memberikan jadwal dan waktu
kepada saya untuk menyampaikan sosialisasi diklat CGP ini beserta materi yang
dipelajari di dalamnya. Namun forum non formal lebih banyak saya pergunakan, karena
jika hanya mengharapkan forum formal seperti rapat guru maka kemungkinan akan
tidak efektif karena rapat guru di sekolah saya hanya dilaksanakan beberapa
kali dalam satu semester, umumnya dua kali rapat yaitu di awal semester dan di
akhir semester.
Kesimpulan
Proses pengambilan
keputusan pada dilema etika akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai guru penggerak merupakan
nilai-nilai baik yang seharusnya
dimiliki oleh semua guru di Indonesia sehingga setiap keputusan yang diambil
dalam pemimpin pembelajaran selalu dasar nilai-nilai guru penggerak tersebut.
Setiap keputusan terbaik yang diambil akan berdampak positif terhadap semua
warga sekolah, terutama siswa. Siswa akan merasa bahagia ketika berada di
lingkungan sekolah, sehingga prestasi belajar siswa meningkat dan profil
pelajar Pancasila terdapat pada siswa di Indonesia.
Daftar Pustaka
Wilkins, L., & Patterson, P. (2008). Media ethics: Issues and cases. (6th ed.). McGraw-Hill Higher Education.
Kidder, R. (2003). How good people make tough choices. New York: Harper Paperbacks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar