SELAMAT DATANG DI WEBSITE GURU GAWAH (KHAIRUL AKBAR)

Rabu, 13 Oktober 2021

3.3.a.10 Aksi Nyata: Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

 3.3.a.10 Aksi Nyata: Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Artikel Refleksi:

 

MEWUJUDKAN WELL-BEING MURID MELALUI SENAM AEROBIK

(Sebuah Kolaborasi dengan Puskesmas Batu Jangkih)

 

 

Oleh:

Khairul Akbar

SMPN 2 Praya Barat Daya

CGP Angkatan 2 Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB.

 

 

Sekolah ideal adalah sekolah yang mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa akan menjadikan siswa berprestasi dan tujuan akhir adalah tujuan pendidikan akann tercapai. Kondisi tersebut akan membuat siswa merasa nyaman dan sejahtera (well-being) karena kesejahteraan siswa (well-being) akan mempengaruhi hampir seluruh aspek bagi optimalisasi fungsi siswa di sekolah (Frost, 2010).

Konu & Rimpela (2002) menjelaskan empat hal  yang  mempengaruhi  well-being siswa di sekolah yaitu: 1) kondisi lingkungan sekolah baik secara fisik, organisasi, layanan dan keamanan; 2) relasi sosial, baik antar murid dengan murid maupun antar murid dengan guru dan staf sekolah; 3) pemenuhan diri yaitu kesempatan belajar sesuai dengan kapabilitas, mendapatkan umpan balik, dan semangat; dan 4) status kesehatan baik  kesehatan fisik maupun mental.

Berdasarkan uraian tersebut, kesehatan fisik dan kesehatan jiwa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi well-being siswa di sekolah. Oleh karena itu, sekolah hendaknya selalu memantau dan memperhatikan kondisi kesehatan siswa. Sekolah perlu menyusun berbagai program yang berpihak pada kesehatan murid, baik kesehatan fisik maupun mental.

Kondisi dunia pendidikan di Indonesia saat ini masih jauh dari kondisi ideal tersebut. Jika dilihat dari hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018. PISA tahun 2018 tidak hanya mengukur aspek akademik saja, namun juga aspek non akademik. Hasil PISA 2018 menunjukkan hasil non-akademik yaitu persepsi peserta didik terhadap perilaku perundungan (bullying) dan kerangka pikir kemajuan (growth mindset) seperti terlihat pada Gambar 1. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa school well-being (kesejahteraan sekolah) di Indonesia masih belum berpihak pada murid.


Gambar 1. Diagram Persentase Perilaku Perundungan (Bullying) dan

Kerangka Pikir Kemajuan (Growth Mindset) Murid

(Sumber: OECD, 2019)

Hasil tersebut menjadi dasar SMPN 2 Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB untuk  menyusun program yang berorientasi meningkatkan well-being siswa. Sesuai dengan pernyataan Konu & Rimpela (2002) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi well-being siswa adalah kesehatan, maka SMPN 2 Praya Barat Daya bekerjasama dengan Puskesmas Desa Batu Jangkih mengadakan program senam aerobic bersama. Alasan kolaborasi dengan Puskesmas Desa Batu Jangkih adalah karena kedekatan lokasi dimana saat ini Puskesmas Desa Batu Jangkih menempati sebagian gedung SMPN 2 Praya Barat Daya dengan status meminjam karena gedung baru Puskesmas sedang dibangun. Selain itu, Puskesmas Desa Batu Jangkih juga memiliki aset sumber daya manusia yaitu instruktur senam.

Senam aerobic dilaksanakan sekali dalam satu minggu yaitu setiap hari sabtu pagi. Terlihat siswa, guru, staff TU, pegawai/staff Puskesmas senang dan gembira megikuti kegiatan tersebut. Hal ini karena kegiatan senam aerobic merupakan hal baru yang dilakukan di sekolah. Gambar 2 menunjukkan foto kegiatan senam aerobic.



Gambar 2. Foto Kegiatan Senam Aerobik

Pembelajaran yang dapat diambil dari kegiatan tersebut adalah pada awal-awal kegiatan, sebagiann siswa masih terlihat malu-malu untuk mengikuti gerakan-gerakan isnstrukutur. Namun seiring waktu, lambat laun siswa menjadi terbiasa bahkan sangat antusias mengikuti setiap gerakan. Tidak jarang terlihat siswa tertawa dan dari raut muka terlihat sangat gembira.

Rencana perbaikan di masa depan adalah dengan mencari instruktur cadangan sebagai antisipasi jika instruktur utama berhalangan hadir pada kegiatan tersebut. Sarana lainnya yang perlu diperbaiki  adalah adalah sound system yang lebih representatif. Kondisi saat ini masih menggunakan sound system seadanya sehingga music senam tidak terdengar secara merata.

 

 

Daftar Pustaka

Frost. (2010). The Effectiveness of Student Wellbeing Program and Service. Melbourne: Victorian Auditor-General's Report.

 

Konu, A., & Rimpela, M. (2002). Well-being in school: A Conceptual Model.  Health Promotion International, 17 (1), 79 – 89.

 

OECD. (2019). PISA 2018, Insights and Interpretations. Paris: OECD Publishing.

 

 

3.3.a.9 Koneksi Antar Materi: Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

 

NAMA CGP      : KHAIRUL AKBAR

INSTANSI         : SMPN 2 PRAYA BARAT DAYA, KAB.  LOMBOK TENGAH, PROV. NTB. TAHUN 2021

 

3.3.a.9 Koneksi Antar Materi: Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

  • Hal-hal menarik yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan bagaimana benang merah yang bisa Anda tarik dari keterkaitan antarmateri yang diberikan dalam modul 3.3?

Hal menarik adalah penerapan BAGJA dalam menyusun program yang berdampak pada murid. Selama ini saya belum pernah menyusun program dengan menggunakan model BAGJA. Program disusun berdasarkan keinginan dan kebutuhan saja, tanpa menggunakan model tertentu. Pemetaan aset juga merupakan hal penting karena program yang akan disusun harus bersumber dari asset yang suda dipetakan sebelumnya. Hal baru yang dipelajari adalah manajemen risiko, dimana dalam merencanakan sebuah program sangat perlu mengidentifikasi bebagai  risiko yang mungkin timbul akibat program tersebut yang selanjutnya dicari solusi untuk mengatasi berbagai risiko  tersebut. Sebagai tahapan akhir dari program  adalah monitoring dan evaluasi. Pada modul ini juga dipelajari bagaimana melakukan monitoring dan evaluasi sebuah program melalui format MELR (Monitoring, Evaluation, Learning, Reporting)

  • Apakah kaitan antara pemetaan sumber daya dengan perencanaan program sekolah yang berdampak pada murid? 

Pemetaan sumber daya merupakan modal utama dalam menyusun program yang berdampak pada murid. Aset yang dimiliki oleh sekolah akan dijadikan sebagai kekuatan, sehingga program yang direncanakan dapat berjalan tanpa halangan.

  • Adakah materi dalam modul lain/paket modul lain yang berhubungan dengan materi dalam modul 3.3. ini? Jabarkanlah jika ada. 

Modul 3.3 sangat terkait dengan modul sebelumnya yaitu modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Pada modul 3.2 dipelajari bagaimana merencanakan program berbasis aset. Semua aset sekolah telah diidentifikasi di modul 3.2, sehingga dengan modal asset tersebut kemudian perencanaan program yang berdampak pada murid dapat dilakukan.  Selain berkaitan dengan modul 3.2, materi ini juga berkaitan dengan modul 1.3 Visi Guru Penggerak. Pada modul 1.3 dipelajari model BAGJA, dimana model tersebut dapat digunakan untuk melakukan perencanaan program yang berdampak pada murid.

  • Bagaimana kaitan dari semua materi tersebut dengan peran Anda sebagai guru penggerak?

Peran guru penggerak adalah menjadi pemimpin pembelajaran, maka dalam memimpin pembelajaran guru harus mampu membuat dan melaksanakan program yang berdampak pada murid. Peran guru penggerak lainnya adalah mewujudkan kepemimpinan murid, maka dalam menyusun program hendaknya guru melibatkan murid baik pada tahapan perencanaan maupun tahapan pelaksanaan. Hal ini akan berdampak pada  meningkatnya kompetensi kepemimpinan murid.

3.1.a.10. Aksi Nyata: PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 3.1.a.10. Aksi Nyata

 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 Oleh

Khairul Akbar

SMPN 2 Praya Barat Daya

CGP Angkatan 2 Kabupaten Lombok Tengah, NTB

Tahun 2021

 

Latar Belakang

        Perkembangan teknologi yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman dimana telah merubah berbagai kebiasaan hidup manusia. Perkembangan tersebut kemudian melahirkan Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan penerapan otomatisasi, kecerdasan buatan, big data, dan lain sebagainya. Perubahan pada Revolusi Industri 4.0 harus diiringi oleh perubahan pada penyiapan tenaga  kerja agar mampu bersaing di  dunia kerja. Pada masa depan, kolaborasi dan kreatifitas dalam bekerja sangat dibutuhkan sehingga diperlukan sikap toleransi dan penghargaan atas keragaman latar belakang.

Tuntutan dunia kerja di masa depan tersebut tentu menjadi tantangan dunia pendidikan di Indonesia untuk menyiapkan peserta didik menjadi tenaga kerja yang siap bersaing. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menentukan arah kebijakan dunia pendidikan di Indonesia melalui visi Kemendikbud 2020-2024 yaitu: “Mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global”. Keenam profil pelajar Pancasila tersebut dituangkan dalam kebijakan Merdeka Belajar yang bercita-cita menghadirkan pendidikan bermutu tinggi bagi semua rakyat Indonesia, yang dicirikan oleh angka partisipasi yang tinggi, hasil pembelajaran berkualitas, dan mutu pendidikan yang merata (Kemendikbud, 2020).

Salah satu program Kemendikbud dalam rangka implementasi kebijakan Merdeka Belajar adalah Program Pendidikan Guru  Penggerak (PPGP). PPGP memiliki tujuan untuk menyiapkan guru menjadi pemimpin pendidikan Indonesia di masa depan, yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan rekan sejawat di sekitarnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Untuk mendukung tercapainya tujuan itu, PPGP dijalankan dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) yang mencakup komunitas praktisi, pembelajaran sosial dan emosional, pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi lain dalam pengembangan diri dan sekolah.

Dalam rangka menyiapkan guru sebagai pemimpin pembelajaran (instructional leadership), maka pada PPGP guru diajarkan kompetensi Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran yang terdapat pada Modul 3.1. Kompetensi tersebut dianggap sangat penting dimiliki oleh semua guru dalam rangka pelaksanaan tugas sehari-hari. Guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas tentu akan sering mengalami berbagai permasalahan baik yang berhubungan dengan siswa maupun dengan rekan sejawat. Pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut tidak jarang memunculkan dilema sehingga dibutuhkan pengambilan keputusan yang tepat agar tidak terdapat pihak yang dirugikan.

Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Dalam memutuskan sebuah permasalahan, jika permasalahan tersebut antara sesuatu yang benar dengan sesuatu yang salah tentu sekali sangat mudah untuk memilih keputusan yang akan diambil. Sebagai contoh kasus: seorang guru yang bertugas sebagai bendahara sebuah kegiatan, karena kegiatan tersebut sudah selesai dan terdapat cukup banyak sisa dana di kas bendahara, maka bendahara diajak makan bersama oleh ketua panitia. Makan bersama tersebut akan dibiayai oleh sisa dana kas yang terdapat di bendahara. Pada kasus tersebut, bendahara akan cukup mudah untuk pengambilan keputusan, yaitu akan menolak ajakan ketua panitia walaupun ketua panitia merupakan atasan langsung dari bendahara tersebut, namun jika dituruti keinginan ketua panitia tersebut maka bendahara akan salah karena menggunakan dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Kasus tersebut kemudian dinamakan “Bujukan Moral”, yaitu kebenaran melawan kesalahan. Jika guru mengalami kasus tersebut, tentu keputusan yang tepat adalah mengikuti kebenaran.

Namun pengambilan keputusan akan menjadi sulit ketika menghadapi permasalahan antara sesuatu yang benar melawan sesuatu yang benar juga. Kondisi seperti ini yang kemudian dinamakan “Dilema Etika”. Etika merupakan sesuatu yang bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Terdapat tiga prinsip yang sering dikenali dan digunakan dalam mengambil keputusan pada dilema etika (Wilkins & Patterson, 2008). Ketiga prinsip tersebut adalah:

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Dalam proses pengambilan keputusan terhadap sebuah permasalahan selalu didasari oleh berbagai pertimbangan-pertimbangan, baik secara legal  formal maupun secara moral dan etika. Moral dan etika sangat terkait dengan nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang. Moral dan etika yang positif merupakan buah dari nilai-nilai baik yang terdapat pada diri seseorang. Demikian juga bagi seorang guru, dalam pengambilan keputusan pada pembelajaran tentunya didasari oleh nilai-nilai baik yang tercermin dalam sikap dan tindakan keseharian. Oleh karena itu, dalam sembilan langkah pengambilan keputusan pada  dilema etika yang dicetuskan oleh Kidder (2003) terdapat langkah uji benar atau salah sebagai bentuk implementasi nilai-nilai yang terdapat pada aktor pengambil keputusan.  Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam melakukan pengambilan dan pengujian keputusan baik dilema etika maupun bujukan moral adalah  (Kidder, 2003):

1.     Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.

Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi dan untuk memastikan bahwa masalah yang kita hadapi memang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial.  

2.     Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut.

Bila mengenali bahwa ada masalah moral di situasi yang sedang dihadapi, pertanyaannya adalah dilema siapakah ini?.

        3.      Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

Proses pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail; apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya.

        4.      Pengujian benar atau salah

Pengujian benar atau salah dilakukan untuk mengidentifikasi apakah kasus yang terjadi merupakan bujukan moral atau dilema etika. Pengujian yang dilakukan antara lain:

1. Uji Legal

Pertanyaan penting di uji ini adalah apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi itu? Bila jawabannya adalah iya, maka situasi yang ada bukanlah antara benar lawan benar (dilema etika), namun antara benar lawan salah (bujukan moral).

2. Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran hukum di dalamnya, dilanjutkan dengan pengujian apakah ada pelanggaran peraturan atau kode etik di dalamnya.

3. Uji Intuisi

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini  mengandung hal-hal yang akan membuat merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang diyakini. 

4. Uji Publikasi

Apa yang akan dirasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak maupun elektronik dan menjadi viral di media sosial. Sesuatu yang dianggap merupakan ranah pribadi tiba-tiba menjadi konsumsi publik? Coba dibayangkan bila hal itu terjadi. Bila merasa tidak nyaman kemungkinan besar sedang menghadapi benar situasi benar lawan salah atau bujukan moral.

5. Uji Panutan/Idola

Dalam langkah ini, bayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan, misalnya ibu kita. Keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi kita dan orang yang sangat berarti bagi kita.


5.      Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang sedang dihadapi:

- Individu lawan masyarakat (individual vs community)

- Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

- Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

- Jangka pendek lawan  jangka panjang (short term vs long term)


6.      Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?

-  Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

-  Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

-  Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)


7.      Investigasi Opsi Trilema

Dalam mengambil keputusan, seringkali terdapat  dua pilihan yang bisa dipilih. Terkadang perlu mencari opsi ketiga di luar dari dua pilihan yang sudah ada. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan  tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah. Itulah yang dinamakan investigasi opsi trilema.


8.      Buat Keputusan


9.      Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Ketika keputusan sudah diambil, lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.

Praktek Melakukan Pengambilan Keputusan di  Sekolah

Berikut ini praktek pengambilan keputusan yang saya lakukan di sekolah saya terhadap kasus dilema etika. Pada minggu kedua bulan September tahun 2021 sejak saya mempelajari modul 3.1 Pengambilan Keputusan dalam Pemimpin Pembelajaran,  saya melakukan evaluasi kembali terhadap pelaksanaan salah satu poin pada “kesepakatan kelas” yang telah disusun oleh siswa di sekolah saya, yaitu poin “kami menerapkan protokol kesehatan di kelas”. Selama ini, jika terdapat siswa yang tidak menggunakan masker, maka siswa tersebut dengan kesadaran sendiri akan keluar kelas untuk membeli masker. Namun pernah terdapat kasus dimana siswa yang keluar kelas tersebut tidak masuk kembali ke dalam kelas. Setelah diteliti ternyata siswa tersebut tidak memiliki uang untuk membeli masker, dengan demikian akhirnya siswa tersebut tidak berani masuk kelas, karena merasa harus menaati kesepakatan kelas. Keputusan yang saya ambil pada saat itu yaitu dengan membiarkan siswa tersebut di luar kelas karena memang merupakan konsekuensi dari kesepakatan kelas yang telah mereka sepakati bersama.

Namun setelah saya belajar tentang pengambilan keputusan dalam pemimpin pembelajaran, saya mencoba mengevaluasi kembali keputusan tersebut. Berikut ini Sembilan langkah pengambilan keputusan yang saya terapkan pada kasus yang saya alami tersebut, yaitu:

1)      Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.

-          Membiarkan siswa di luar kelas karena konsekuensi dari kesepakatan kelas;

-          Membolehkan siswa berada di dalam kelas karena merupakan hak siswa untuk belajar. 

                2)      Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Siswa yang melanggar kesepakatan kelas (tidak menggunakan masker), saya (guru), dan siswa lainnya di dalam kelas.

           3)      Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

- Siswa melanggar kesepakatan kelas (tidak menggunakan masker),

- Siswa tidak memiliki uang untuk membeli masker

            4)      Pengujian benar atau salah

-          Uji Legal: Benar, karena aturan pemerintah untuk menggunakan masker di dalam kelas.

-       Uji Regulasi/Standar Profesional: Benar, karena merupakan kesepakatan kelas dan melanggar protokol kesehatan.

-          Uji Intuisi: Benar, karena kesepakatan kelas harus dilaksanakan oleh semua siswa. 

-          Uji Publikasi: Nyaman, karena demi melindungi kesehatan siswa yang lainnya di kelas.

-          Uji Panutan/Idola: Sama dengan keputusan saya.

                   5)      Pengujian Paradigma Benar lawan Benar: Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

                     6)      Melakukan Prinsip Resolusi

-          Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

-          Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

                7)      Investigasi Opsi Trilema: Membiarkan siswa yang tidak menggunakan masker tersebut berada di dalam kelas untuk mengikuti pelajaran, namun posisi duduk siswa tersebut diberi jarak aman (2,5 meter) dengan siswa lain.

                    8)      Buat Keputusan: Menggunakan opsi yang ketiga.

                    9)      Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan: opsi ketiga.

Tindak Lanjut

Kompetensi pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran merupakan salah satu kompetensi penting untuk dimiliki oleh semua guru, oleh karena itu saya selaku calon guru penggerak (CGP) akan terus berbagi kompetensi tersebut kepada rekan sejawat. Forum yang saya pergunakan dalam membagi pengetahuan dan pengalaman adalah forum formal seperti rapat guru dan forum MGMP maupun forum non formal seperti pada saat bincang-bincang santai bersama rekan guru pada jam istirahat pembelajaran. Pada forum formal rapat guru, saya sudah meminta ijin kepada Kepala Sekolah untuk memberikan jadwal dan waktu kepada saya untuk menyampaikan sosialisasi diklat CGP ini beserta materi yang dipelajari di dalamnya. Namun forum non formal lebih banyak saya pergunakan, karena jika hanya mengharapkan forum formal seperti rapat guru maka kemungkinan akan tidak efektif karena rapat guru di sekolah saya hanya dilaksanakan beberapa kali dalam satu semester, umumnya dua kali rapat yaitu di awal semester dan di akhir semester.     

Kesimpulan

Proses pengambilan keputusan pada dilema etika akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai guru penggerak merupakan nilai-nilai baik  yang seharusnya dimiliki oleh semua guru di Indonesia sehingga setiap keputusan yang diambil dalam pemimpin pembelajaran selalu dasar nilai-nilai guru penggerak tersebut. Setiap keputusan terbaik yang diambil akan berdampak positif terhadap semua warga sekolah, terutama siswa. Siswa akan merasa bahagia ketika berada di lingkungan sekolah, sehingga prestasi belajar siswa meningkat dan profil pelajar Pancasila terdapat pada siswa di Indonesia.

 

Daftar  Pustaka

Wilkins, L., & Patterson, P. (2008). Media ethics: Issues and cases. (6th ed.). McGraw-Hill Higher Education.

Kidder, R. (2003). How good people make tough choices.  New York:  Harper Paperbacks.

 

Rabu, 29 September 2021

3.2.a.9. KONEKSI ANTAR MATERI: PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

 3.2.a.9. KONEKSI ANTAR MATERI: PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

 

Oleh:

KHAIRUL AKBAR

SMPN 2 PRAYA BARAT DAYA

KABUPATEN LOMBOK TENGAH, PROVINSI NTB.

Calon Guru Penggerak Angkatan 2 Tahun 2021

Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh semua guru dalam rangka memaksimalkan proses dan hasil pembelajaran di kelas. Guru  dituntut mampu menggali potensi (aset) yang dimiliki oleh kelas, baik itu potensi manusia maupun potensi alam/lingkungan. Disinilah peran kepemimpinan seorang guru agar semua potensi dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Untuk memaksimalkan proses dan hasil pembelajaran di kelas, guru dapat menggunakan salah satu pendekatan yaitu pendekatan berbasis aset. Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan konvensional yang selalu mencari kelemahan/kekurangan untuk ditutupi. Pada pendekatan berbasis aset, kekuatan/potensi/asset yang dimiliki oleh kelas akan dijadikan modal utama dalam melakukan perubahan. Pendekatan tersebut berfokus pada kekuatan, bukan kekurangan, sehingga secara psikologis pendekatan tersebut menjadikan komunitas selalu optimis untuk melakukan perubahan. Tidak akan terdapat lagi keluh kesah karena kekurangan sarana dan prasarana pembelajaran, karena dengan pendekatan berbasis aset semua  potensi akan dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran.   

Dalam mengelola aset kelas, guru diharapkan melibatkan peran serta aktif dari peserta didik untuk menentukan tujuan perubahan. Dalam hal ini, guru dapat memanfaatkan salah satu pendekatan dalam melakukan perubahan yaitu pendekatan apresiatif dengan model BAGJA. Model tersebut sudah dipelajari pada modul  1.3 Visi Guru Penggerak. Pendekatan apersiatif menitikberatkan pada kekuatan (potensi/asset) yang dimiliki  tanpa terpengaruh oleh kelemahan/kekurangan yang dimiliki.

Setelah saya mempelajari modul 1.3 dan 3.2 maka perubahan yang saya rasakan adalah saya menjadi seseorang yang selalu optimis untuk melakukan perubahan di kelas dan di sekolah. Tidak ada lagi kata kurang ini atau kurang itu karena perubahan dapat dilakukan dengan memaksimalkan semua potensi yang dimiliki, bukan dengan mengeluh karena kekurangan bahan atau sarana pendukung.     

Selasa, 14 September 2021

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri_Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

 3.1.a.9. Koneksi Antarmateri

DIKLAT CALON GURU PENGGERAK  ANGKATAN 2

KABUPATEN LOMBOK TENGAH, NTB

TAHUN 2021

 

Oleh

Khairul Akbar

SMPN 2 Praya Barat Daya

 

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Filosofi KHD tentang pendidikan yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” harus menjadi nafas seorang guru dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik. Seorang guru harus mampu menentukan posisi disaat melakukan bimbingan pembelajaran kepada peserta didik, kapan harus berada di depan atau di tenagh atau di belakang. Setiap keputusan yang diambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran tidak terlepas dari triloka KHD tersebut. Ketika pendidik memutuskan untuk berada di depan (Ing Ngarso Sung Tulodo) maka dia harus mampu menjadi mentor untuk diteladani oleh peserta didik. Ketika pendidik memutuskan berada di samping (Ing Madyo Mangun Karso), maka pendidik harus mampu menjadi coach bagi peserta didik untuk membantu memaksimalkan potensi diri peserta didik. Ketika pendidik memutuskan berada di  belakang  (Tut Wuri Handayani), maka pendidik harus mampu menjadi konselor bagi peserta didik agar mampu maju dan bangkit mengejar ketertinggaan. Oleh karena itu, keterampilan pengambilan keputusan harus dimiliki oleh semua guru dalam rangka melaksanakan peran sebagai pemimpin pembelajaran.


Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Dalam proses pengambilan keputusan terhadap sebuah permasalahan selalu didasari oleh berbagai pertimbangan-pertimbangan, baik secara legal  formal maupun secara moral dan etika. Moral dan etika sangat terkait dengan nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang. Moral dan etika yang positif merupakan buah dari nilai-nilai baik yang terdapat pada diri seseorang. Demikian juga bagi seorang guru, dalam pengambilan keputusan pada pembelajaran tentunya didasari oleh nilai-nilai baik yang tercermin dalam sikap dan tindakan keseharian. Oleh karena itu,  dalam sembilan langkah pengambilan keputusanpada  dilema etika yang dicetuskan oleh Kidder (2003) terdapat langkah uji benar atau salah sebagai bentuk implementasi nilai-nilai yang terdapat pada actor pengambil keputusan.

 

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Setelah saya memperoleh materi pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, saya mulai melakukan refleksi dan evaluasi terhadap berbagai keputusan pembelajaran yang telah saya ambil sebelumnya. Ketika saya menemukan kasus dilema etika, maka mulailah saya menguji kembali keputusan-keputusan yang telah saya ambil sebelumnya, saya gali kembali opsi trilemma untuk memperoleh keputusan yang terbaik. Beberapa keputusan terkadang sulit sekali untuk memutuskan mana yang terbaik, sehingga praktek coaching menjadi penting untuk diterapkan. Ketika saya mengalami kendala tersebut, maka saya akan meminta bantuan pendamping atau fasilitator untuk menjadi coach dalam rangka menemukan solusi terhadap permasalahan yang saya alami.

 

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Untuk memutuskan permasalahan baik  itu bujukan moral ataupun dilema etika, keputusan terakhir yang akan diambil sudah barang tentu didasari oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang pendidik. Hal itu karena dalam menetukan benar atau salah pada saat melakukan uji benar atau salah sudah dapat dipastikan ditentukan pada nilai-nilai yang dipraktekkan selama ini. Oleh karena itu, pangkal dari sebuah keputusan yang terbaik  adalah nilai yang dimiliki dan diaplikasikan oleh pendidik dalam kesehariannya, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga dan social masyarakat.

 

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Well-being siswa akan terwujud dalam sebuah sekolah jika segala kebutuhan siswa difasilitasi. Peran aktif siswa sebagai subjek pendidikan harus dimaksimalkan, termasuk dalam pengambilan keputusan dalam pembelajaran. Siswa memiliki hak untuk memilih yang terbaik  bagi masa depannya. Jika dalam mengambil keputusan selalu memperhatikan kenyamanan siswa dan semua warga sekolah, maka iklim sekolah akan positif, aman dan nyaman.

 

Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Pengambilan keputusan dalam dilema etika di sekolah saya pernah saya terapkan bersama-sama dengan rekan sejawat dan juga dengan kepala sekolah. Kunci utama dalam mengambil keputusan adalah pelibatan semua pihak, agar keputtusan yang diambil dapat mengakomodir kepentingan berbagai pihak. Sejauh ini di sekolah saya tidak ada perubahan paradigm, keputusan selalu diambil dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak.


Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Keputusan yang diambil berdasarkan pada anallisi dan pertimbangan kepentingan siswa tentunya akan berpengaruh positif terhadap well-being siswa. Perasaan bahagia pada siswa akan muncul sehingga siswa akan merasa dimerdekakan dalam pembelajaran di sekolah.


Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Masa-masa pendidikan di sekolah merupakan kenangan yang sangat berkesan dan sulit dilupakan oleh setiiap orang. Oleh karena itu, keputusan yang salah terhadap pembelajaran tentunya akan menyisakan trauma bagi siswa, bahkan trauma tersebut akan dibawa sepanjang hidupnya, semikian juga sebaliknya, jika siswa merasa dimanusiakan di lingkungan sekolah maka prestasi dan kompetensi siswa akan maksimal. Kompetensi yang maksimal akan membawa kehidupan di masa depan menjadi cerah.


Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Proses pengambilan keputusan pada dilema etika terkadang membutuhkan coaching untuk memperoleh opsi terbaik diantara beberapa opsi yang ada. Selain itu, keputusan yang diambil oleh seorang pendidik akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai guru penggerak merupakan nilai-nilai baik  yang seharusnya dimiliki oleh semua guru di Indonesia sehingga setiap keputusan  yang diambil dalam pemimpin pembelajaran selalu dasar nilai-nilai guru penggerak tersebut. Setiap keputusan terbaik yang diambil akan berdampak positif terhadap semua warga sekolah, terutama siswa. Siswa akan merasa bahagia ketika berada di lingkungan sekolah, sehingga  prestasi belajar siswa meningkat dan profil pelajar Pancasila terdapat pada siswa di Indonesia.

Sabtu, 11 September 2021

3.1.a.7. Demonstrasi Kontekstual-PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 3.1.a.7. Demonstrasi Kontekstual

 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 

Oleh

Khairul Akbar

SMPN 2 Praya Barat Daya

CGP Angkatan 2 Kabupaten Lombok Tengah 2021

 

1)      Bagaimana Anda nanti akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang Anda dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal Anda?

Forum yang saya pergunakan dalam membagi pengetahuan dan pengalaman adalah forum formal seperti rapat guru dan forum MGMP maupun forum non formal seperti pada saat bincang-bincang santai bersama rekan guru pada jam istirahat pembelajaran. Pada forum formal rapat guru, saya sudah meminta ijin kepada Kepala Sekolah untuk memberikan jadwal dan waktu kepada saya untuk menyampaikan sosialisasi diklat CGP ini beserta materi yang dipelajari di dalamnya. Namun forum non formal lebih banyak saya pergunakan, karena jika hanya mengharapkan forum formal seperti rapat guru maka kemungkinan akan tidak efektif karena rapat guru di sekolah saya hanya dilaksanakan beberapa kali dalam satu semester, umumnya dua kali rapat yaitu di awal semester dan di akhir semester.     

 

2)      Apa langkah-langkah awal yang akan Anda lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran?

Langkah awal yang saya lakukan adalah melakukan refleksi dan evaluasi terhadap berbagai keputusan penting yang sudah pernah saya ambil dalam pembelajaran. Jika merupakan dilema etika, maka saya akan melakukan evaluasi kembali apakah keputusan yang telah saya ambil tersebut merupakan keputusan terbaik atau mungkinkah terdapat keputusan alternalif yang lebih baik lagi. Sebagai contoh, pada minggu kedua bulan September tahun 2021 sejak saya mempelajari modul 3.1 Pengambilan Keputusan dalam Pemimpin Pembelajaran,  saya melakukan evaluasi kembali terhadap pelaksanaan salah satu poin pada “kesepakatan kelas” yang telah disusun oleh siswa di sekolah saya, yaitu poin “kami menerapkan protokol kesehatan di kelas”. Selama ini, jika terdapat siswa yang tidak mengggunakan masker, maka siswa tersebut dengan kesadaran sendiri akan keluar kelas untuk membeli masker. Namun pernah terdapat kasus dimana siswa yang keluar kelas tersebut tidak masuk kembali ke dalam kelas. Setelah diteliti ternyata siswa tersebut tidak memiliki uang untuk mebeli masker, dengan demikian akhirnya siswa tersebut tidak berani masuk kelas, karena merasa harus menaati kesepakatan kelas. Keputusan yang saya ambil pada saat itu yaitu dengan mebiarkan siswa tersebut di luar kelas karena memang merupakan konsekuensi dari kesepakatan kelas yang telah mereka sepakati bersama.

Namun setelah saya belajar tentang pengambilan keputusan dalam pemimpin pembelajaran, saya mencoba mengevaluasi kembali keputusan tersebut. Berikut ini Sembilan langkah pengambilan keputusan yang saya terpakan pada kasus yang saya alami tersebut, yaitu:

1)      Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.

-          Membiarkan siswa di luar kelas karena konsekuensi dari kesepakatan kelas;

-          Membolehkan siswa berada di dalam kelas karena merupakan hak siswa untuk belajar.

2)      Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Siswa yang melanggar kesepakatan kelas (tidak menggunakan masker), saya (guru), dan siswa lainnya di dalam kelas.

3)      Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

- Siswa melanggar kesepakatan kelas (tidak menggunakan masker),

- Siswa tidak memiliki uang untuk membeli masker

4)      Pengujian benar atau salah

-          Uji Legal: Benar, karena aturan pemerintah untuk menggunakan masker di dalam kelas.

-        Uji Regulasi/Standar Profesional: Benar, karena merupakan kesepakatan kelas dan melanggar protokol kesehatan.

-          Uji Intuisi: Benar, karena kesepakatan kelas harus dilaksanakan oleh semua siswa. 

-          Uji Publikasi: Nyaman, karena demi melindungi kesehatan siswa yang lainnya di kelas.

-          Uji Panutan/Idola: Sama dengan keputusan saya.

5)      Pengujian Paradigma Benar lawan Benar: Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

6)      Melakukan Prinsip Resolusi

-          Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

-          Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

7)      Investigasi Opsi Trilema: Membiarkan siswa yang tidak menggunakan masker tersebut berada di dalam kelas untuk mengikuti pelajaran, namun posisi duduk siswa tersebut diberi jarak aman (2,5 meter) dengan siswa lain.

8)      Buat Keputusan: Menggunakan opsi yang ketiga.

9)      Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan: opsi ketiga.

 

3)      Mulai kapan Anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut, hari ini, besok, minggu depan, hari apa? Catat rencana Anda, sehingga Anda tidak lupa.

Saya sudah memulainya sejak saya mempelajari modul 3.1 tersebut, yaitu sejak minggu kedua bulan September tahun 2021. Beberapa keputusan lainnya akan saya evaluasi kembali secara berkala setelah melakukan refleksi satu per satu.

 

4)      Siapa yang akan menjadi pendamping Anda, dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Seseorang yang akan menjadi teman diskusi Anda untuk menentukan apakah langkah-langkah yang Anda ambil telah tepat dan efektif.

Saya sudah berdiskusi dengan beberapa rekan guru lainnya tentang masalah tersebut (dilema etika) dan juga berdiskusi dengan guru BK, wakil  kepala sekolah dan dengan kepala sekolah. Saya juga meminta dukungan penuh dari kepala sekolah dan meminta agar guru lainnya juga ikut serta menerapkan kesepakatan kelas dan belajar mengambil keputusan pada dilema etika dengan sembilan langkah yang sudah saya terapkan.